Minggu, 06 Agustus 2017

Alat-alat Musik Minangkabau

Alat-alat Musik Minangkabau

Nuansa Minangkabau yang ada di dalam setiap musik Sumatra Barat yang dicampur dengan jenis musik apapun saat ini pasti akan terlihat dari setiap karya lagu yang beredar di masyarakat. Hal ini karena musik Minang bisa diracik dengan aliran musik jenis apapun sehingga enak didengar dan bisa diterima oleh masyarakat. Unsur musik pemberi nuansa terdiri dari instrumen alat musik tradisional antara lain :
1. Saluang adalah alat musik tradisional khas Minangkabau,Sumatra Barat. Yang mana alat musik tiup ini terbuat dari bambu tipis atau talang (Schizostachyum brachycladum Kurz). Orang Minangkabau percaya bahwa bahan yang paling bagus untuk dibuat saluang berasal dari talang untuk jemuran kain atau talang yang ditemukan hanyut di sungai.
Alat ini termasuk dari golongan alat musik suling, tapi lebih sederhana pembuatannya, cukup dengan melubangi talang dengan empat lubang. Panjang saluang kira-kira 40-60 cm, dengan diameter 3-4 cm. Adapun kegunaan lain dari talang adalah wadah untuk membuat lemang, salah satu makanan tradisional Minangkabau.
Pemain saluang legendaris bernama Idris Sutan Sati dengan penyanyinya Syamsimar.

Keutamaan para pemain saluang ini adalah dapat memainkan saluang dengan meniup dan menarik nafas bersamaan, sehingga peniup saluang dapat memainkan alat musik itu dari awal dari akhir lagu tanpa putus. Cara pernafasan ini dikembangkan dengan latihan yang terus menerus. Teknik ini dinamakan juga sebagai teknik manyisiahkan angok (menyisihkan nafas).
Tiap nagari di Minangkabau mengembangkan cara meniup saluang, sehingga masing-masing nagari memiliki style tersendiri. Contoh dari style itu adalah Singgalang, Pariaman, Solok Salayo, Koto Tuo, Suayan dan Pauah. Style Singgalang dianggap cukup sulit dimainkan oleh pemula, dan biasanya nada Singgalang ini dimainkan pada awal lagu. Style yang paling sedih bunyinya adalah Ratok Solok dari daerah Solok.
Permainan musik Saluang ini biasanya diadakan dalam acara keramaian seperti keduri perkawinan, batagak rumah, batagak pangulu, dan lain-lain. Permainan ini, biasanya dilaksanakan setelah salat Isya dan berakhir menjelang subuh.
yang menarik dari kesenian ini, selain kecekataan dan kebolehan si peniup saluang, juga kata-kata yang didendangkan para dara-dara cantik Minang yang berisikan pesan, sindiran, dan juga kritikan halus yang mengembalikan ingatan si pendengar terhadap kampung halaman ataupun terhadap kehidupan yang sudah, sedang, dan akan dijalani. Umumnya, irama Saluang dan dendang yang mengiringinya terdengar sentimental (berhiba-hiba), tetapi adakalanya juga membuat penonton tertawa kegelian karena dendangnya yang lucu/bersifat menyindir penonton. Perhatikanlah salah satu lagu dendang Saluang berikut ini.

KACANG DIABUIH CIEK (kacang direbus satu)—pepatah Minang yang artinya: sifat seseorang yang mudah bertukar hati kepada tiap-tiap orang yang lebih menarik atau lebih kaya (tidak setia)/mudah berganti-ganti pasangan

Daulu memang denai tagilo-gilo
Kini jan disangko denai ka tadayo
sabab denai lah tau tingkah nan jo lakunyo
iyo bak cando samuik jolong mandapek gulo

cukuik sakali ka ganti pangajaran
jan sampai pisang buahnyo duo kali
daripado manyasa denai ko kamudian
labiah elok mailak pado den makan hati

bosan den lah bosan
den indak ka acuah lai
kini bia diam pado den maracun hati
sabab salamo ko lah pasai denai maliek
parangainyo bak cando kacang diabuih ciek

Dahulu, khabarnya pemain saluang ini memiliki mantera tersendiri yang berguna untuk menghipnotis penontonnya. Mantera itu dinamakan Pitunang Nabi Daud. Isi dari mantera itu kira-kira : Aku malapehkan pitunang Nabi Daud, buruang tabang tatagun-tagun, aia mailia tahanti-hanti, takajuik bidodari di dalam sarugo mandanga buni saluang ambo, kununlah anak sidang manusia……dst.


2. Bansi Bentuknya Pendek dan memiliki 7 lubang dan dapat memainkan lagu-lagu tradisional maupun modern karena memiliki nada standar. Dibandingkan dengan alat musik tiup lainnya, yang ditemukan di daerah Sumatera Barat, Bansi memiliki nada yang lebih lengkap. Hal ini dapat terjadi karena Bansi mempunyai jumlah lobang nada yang lebih banyak, yaitu 7 buah. Dengan demikian, Bansi dapat menyanyikan lagu-lagu baik yang bersifat tradisional maupun modern. Dilihat dari segi bentuknya, Bansi berukuran lebih pendek daripada Saluang. Panjangnya lebih kurang 33,5 – 36 cm dengan garis tengah antara 2,5—3 cm. Bansi juga terbuat dari talang (bambu tipis) atau sariak (sejenis bambu kecil yang tipis).

Keunikan Saluang dan Bansi :
a. Keunikan Saluang
1. Makin pendek Saluang makin tinggi bunyinya.
2. Makin panjang Saluang makin rendah bunyinya.
3. Saluang dapat dibunyikan dengan indah karena kearifan pemainnya dalam mengatur nada.
4. Kadang-kadang bunyi saluang berlawanan dengan nada suara penyanyinya; terkadang sesuai dengan nada suara penyanyinya.
5. Jumlah lobang pada Saluang tidak sesuai dengan aturan tangga nada.
6. Dalam meniup saluang tidaklah terputus-putus karena keahlian peniup mengatur pernafasannya.

a. Keunikan Bansi
1 Bansi dapat dibunyikan dengan indah karena kearifan pemainnya dalam mengatur nada.
2. Bansi terkadang dibunyikan berlawanan denan nada suara penyanyinya, terkadang sesuai dengan nada suara penyanyinya.
3. Bansi dapat mengiringi berbagai jenis lagu, baik tradisional maupun modern karena mempunyai lobang nada yang lebih banyak.

Selain keunikan-keunikan itu, Saluang dan Bansi juga mempunyai perbedaan, terutama dari segi (1) panjang/ukuran, (2) banyak lobang, (3) cara memainkannya, dan (4) bunyi yang dihasilkannya.
Sebagai generasi muda, kita selayaknya mengenal dan menyukai musik tradisional. Apabila generasi muda tidak lagi menyukai musik tradisional, maka musik itu akan hilang bersamaan dengan hilangnya orang tua-tua yang sekarang masih menyukainya.

3. Pupuik Batang Padi
Pupuik batang padi terbuat dari batang padi. Pada bagian dekat buku dibuat lidah. Lidah itu, jika ditiu akan menghasilkan celah, sehingga menimbulkan bunyi. Pada bagian ujungnya dililit dengan daun kelapa yang menyerupai terompet. Bunyinya melengking dan nada dihasilkan melalui permainan jari pada lilitan daun kelapa,

4.Sarunai terbuat dari dua potong bambu yang tidak sama besarnya. Sepotong yang kecil dapat masuk ke potongan yang lebih besar. Fungsinya sebagai penghasil nada. Alat ini memiliki empat lubang nada. Bunyinya juga melodius. Karawitan ini sudah jarang yang menggunakan. Selain juga sulit membuatnya, nada yang dihasilkan juga tidak banyak terpakai.,
5. Pupuik Tanduak Terbuat dari tanduk kerbau yang dibersihkan. Bagian ujungnya dipotong rata dan berfungsi sebagai tempat meniup. Bentuknya mengkilat dan hitam bersih. Fungsinya lebih pada alat komunikasi. Tidak berfungsi sebagai alat pengiring nyanyi atau tari. Dahulu digunakan untuk aba-aba pada masyarakat misalnya pemberitahuan saat subuh dan magrib atau ada pengumuman dari pemuka kampung.

6. Talempong adalah sebuah alat musik khas Minangkabau. Bentuknya hampir sama dengan gamelan dari Jawa. Talempong dapat terbuat dari kuningan, namun ada pula yang terbuat dari kayu dan batu, saat ini talempong dari jenis kuningan lebih banyak digunakan. Talempong ini berbentuk bundar pada bagian bawahnya berlobang sedangkan pada bagian atasnya terdapat bundaran yang menonjol berdiameter lima sentimeter sebagai tempat tangga nada (berbeda-beda). Bunyi dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan pada permukaannya.

Talempong biasanya digunakan untuk mengiringi tari piring yang khas, tari pasambahan, tari gelombang,dll. Talempong juga digunakan untuk menyambut tamu istimewa. Talempong ini memainkanya butuh kejelian dimulai dengantangga pranada DO dan diakhiri dengan SI. Talempong diiringi oleh akor yang cara memainkanya sama dengan memainkan piano

7. Rabab merupakan kesenian di Minangkabau yang dimainkan dengan menggesek biola.
Dengan rabab ini dapat tersalurkan bakat musik seseorang.
Biasanya dalam rabab ini dikisahkan berbagai cerita nagari atau dikenal dengan istilah Kaba.








8. Gandang Tabuik.
Tabuik berbentuk bangunan bertingkat tiga terbuat dari kayu, rotan, dan bambu dengan tinggi mencapai 10 meter dan berat sekitar 500 kilogram. Bagian bawah Tabuik berbentuk badan seekor kuda besar bersayap lebar dan berkepala “wanita” cantik berjilbab. Kuda gemuk itu dibuat dari rotan dan bambu dengan dilapisi kain beludru halus warna hitam dan pada empat kakinya terdapat gambar kalajengking menghadap ke atas.

Kuda tersebut merupakan simbol kendaraan Bouraq yang dalam cerita zaman dulu adalah kendaraan yang memiliki kemampuan terbang secepat kilat. Pada bagian tengah Tabuik berbentuk gapura petak yang ukurannya makin ke atas makin besar dengan dibalut kain beludru dan kertas hias aneka warna yang ditempelkan dengan motif ukiran khas Minangkabau.

Di bagian bawah dan atas gapura ditancapkan “bungo salapan” (delapan bunga) berbentuk payung dengan dasar kertas warna bermotif ukiran atau batik. Pada bagian puncak Tabuik berbentuk payung besar dibalut kain beludru dan kertas hias yang juga bermotif ukiran.

Di atas payung ditancapkan patung burung merpati putih. Di kaki Tabuik terdapat empat kayu balok bersilang dengan panjang masing-masing balok sekitar 10 meter. Balok-balok itu digunakan untuk menggotong dan “menghoyak” Tabuik yang dilakukan sekitar 50 orang dewasa.

Tabuik dibuat oleh dua kelompok masyarakat Pariaman, yakni kelompok Pasar dan kelompok Subarang. Tabuik dibuat di rumah Tabuik secara bersama-sama dengan melibatkan para ahli budaya dengan biaya mencapai puluhan juta rupiah untuk satu Tabuik.

Musik Minangkabau berupa instrumentalia dan lagu-lagu dari daerah ini pada umumnya bersifat melankolis. Hal ini berkaitan erat dengan struktur masyarakatnya yang memiliki rasa persaudaraan, hubungan kekeluargaan dan kecintaan akan kampung halaman yang tinggi ditunjang dengan kebiasaan pergi/merantau.

Industri musik di Sumatra Barat semakin berkembang dengan munculnya seniman-seniman Minang yang bisa membaurkan musik modern ke dalam musik tradisional Minangkabau. Perkembangan musik Minang modern di Sumatra Barat sudah dimulai sejak tahun 1950-an ditandai dengan lahirnya Orkes Gumarang.

Alat musik pukul lainnya yang juga sering digunakan untuk pelengkap talempong, juga dapat dimanfaatkan secara tungal. Misalnya untuk arak-arakan pada acara Tabut, Khatam Quran dan arak-arakan lainnya. diantaranya : Canang, Gong, Tambur, Rabano, Indang dan Adok.


Sabtu, 15 April 2017

Transkripsi Analisis Musik




TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MUSIK
LAGU HALO HALO BANDUNG

 
Oleh :
PUTRI JOHANA
14023026


JURUSAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2016




A.    TEMPO
Tempo adalah tanda yang menunjukkan kecepatan relative yang dipakai dalam komposisi yang dianggap mampu untuk mengangkat “jiwa atau roh” dari pada lagu tersebut (Drs.Jagar Lumbantoruan, M.Hum, 2013: 24-25).
Syafiq (2004: 66) menjelaskan bahwa tempo adalah cepat lambatnya sebuah lagu atau instrumen, meskipun jenisnya  sangat banyak, pada dasarnya tempo dibagi menjadi tiga jenis yaitu lambat,  sedang, dan cepat.
Tempo pada lagu “Hallo-hallo Bandung” adalah Dimarcia. Dimarcia adalah tempo mars atau seperti orang yang sedang berjalan di tempat. Tempo Dimarcia  dalam hitungan  metronome maelzel adalah sekitar 100-120 MM.




B.     TIME SIGNATURE

Time Signature adalah tanda birama. Time signature digunakan untuk menentukan jumlah ketukan dalam 1 bar/birama. Time Signature pada umumnya terdiri dari 2 angka, di atas dan di bawah. Angka yang di atas artinya jumlah ketukan dalam 1 bar. Angka yang di bawah artinya menunjukkan nilai not pada 1 ketukan.
Pada lagu “Hallo Hallo Bandung” terdapat 4/4 time signature, karena di dalam setiap bar ada 4 ketuk, dan nilai not pada 1 ketukan adalah ¼ .





C.    INTERVAL
Interval adalah sebuah jarak antara nada satu ke nada yang lainnya. Baik jarak nada ke atas atau jarak nada ke bawah (Wikipedia).
            Interval memiliki beberapa macam yaitu :
1.      Prime : yaitu interval nada dari nada satu ke nada yang sama. Misalnya dari nada do ke do.
2.      Second : yaitu interval nada dari nada satu ke nada kedua di atas atau di bawahnya. Misalnya nada do ke re.
3.      Terts : yaitu interval nada dari nada satu ke nada ketiga. Misalnya do ke mi.
4.      Quart/Kuart : yaitu interval dari nada ke satu ke nada keempat diatasnya. Misalnya nada do ke fa, re ke sol, mi ke la, dsb.
5.      Quint/Kuint : adalah interval lima nada
6.      Sekt : adalah interval enam nada
7.      Septim : adalah interval tujuh nada
8.      Oktaf : adalah interval delapan nada


Dalam lagu Hallo Hallo Bandung Ciptaan Ismail Marzuki terdapat interval sebagai berikut :



Interval lagu Hallo Hallo Bandung :
Bar 1 :
Jarak antara (d-b) yaitu 4 ½ maka disebut M6 (Sekt Mayor).
Bar 2 :
Jarak antara (b-a) adalah 1 maka disebut M2 (Second Mayor)
Jarak antara (a-fis) adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor).
Bar 3 :
Jarak antara (fis-a) adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor).
Jarak antara (a-g) adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).


Jarak antara (g-d)  adalah 2 ½ maka disebut P4 (Kuart Perfect).
Jarak antara (d-e) adalah 1 maka disebut M2 (Mayor Second).
Jarak antara (e-fis) adalah 1 maka disebut M2 (Mayor Second).
Bar 4 :
Jarak antara (fis-g) adalah ½ maka disebut m2 (second minor),
Jarak antara g-fis adalah ½ maka disebut m2 (second minor)


Jarak antara fis-e adalah 1 maka disebut M2 (mayor second),
Jarak antara e-d adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).
Bar 5 :
Jarak antara d-fis adalah 2 maka disebut M3 (terts mayor),
Jarak antara fis-d adalah 2 maka disebut M3 (terts mayor),
Jarak antara d-c adalah 5 maka disebut m7 (septim minor),


Jarak antara c-b adalah ½ maka disebut m2 (second minor)
Jarak antara b-a adalah 1 maka disebut M2 (Mayor Second).
Bar 6 :
Jarak antara a-b adalah 1 maka disebut M2 (mayor second),
jarak antara b-a adalah 1 maka disebut M2 (mayor second),
Jarak antara a-a adalah 0 maka disebut P1 (prime).
Jarak antara a-g adalah 1 maka disebut M2 (Mayor Second).

Bar 7 :
Jarak antara g-fis adalah ½ maka disebut m2 (second minor),
Jarak antara fis-a adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor),
Jarak antara a-d adalah 2 ½ maka disebut P4 (kuart perfect),
Jarak antara d-e adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).
Bar 8 :
Jarak antara e-b adalah 3 ½ maka disebut P5 (kuint perfect),


Jarak antara b-d adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor)
Bar 9 :
Jarak antara d-b adalah 4 ½ maka disebut M6 (sekt mayor) ,
Jarak antara b-a adalah 1 maka disebut M2 (mayor second) ,
Jarak antara a-fis adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor).
Bar 10 :
Jarak antara fis-a adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor).



Jarak antara a-g adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).
Jarak antara g-d adalah 2 ½ maka disebut P4 (kuart perfect).
Jarak antara d-e adalah 1 maka disebut M2 (mayor second),
Jarak antara e-fis adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).
Bar 11 :
Jarak antara fis-g adalah ½ maka disebut m2 (second minor).



Jarak antara g-b adalah 2 maka disebut M3 (terts mayor),
Jarak antara b-c adalah ½ maka disebut m2 (second minor).
Jarak antara c-b adalah ½ maka disebut m2 (second minor).
Bar 12 :
Jarak antara b-e adalah 2 ½  maka disebut P4 (kuart perfect).
Jarak antara e-e adalah 0 maka disebut prime.



 Jarak antara e-fis adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).
Bar 13 :
Jarak antara fis-g adalah ½ maka disebut m2 (second minor).
Jarak antara g-fis adalah ½ maka disebut m2 (second minor).
 
Jarak fis-a adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor).
Jarak antara a-g adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).



Jarak antara g-fis adalah ½ maka disebut m2 (second minor).
Jarak antara fis-e adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).
Bar 14 :
 Jarak antara e-d adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).
Jarak antara d-b adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor).
Jarak antara b-d adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor).


Jarak antara d-g adalah 2 ½  maka disebut P4 (kuart perfect).
Jarak antara g-b adalah 2 maka disebut M3 (terts mayor).
Jarak antara b-b adalah 0 maka disebut prime.
Jarak antara b-c adalah ½ maka disebut m2 (second minor).
Bar 15 :
Jarak antara c-b adalah ½ maka disebut m2 (second minor).



Jarak antara b-a adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).
Jarak antara a-a adalah 0 maka disebut prime.
Jarak antara a-e adalah 2 ½ maka disebut P4 (kuart perfect).
 Jarak antara e-fis adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).
Bar 16 :
Jarak antara fis-g adalah ½ maka disebut m2 (second minor).  


D.    MOTIF
Motif merupakan struktur lagu yang paling kecil dan mengandung unsur musikal. Prier (2011: 3) menjabarkan pengertian motif sebagai sepotongan lagu atau sekelompok nada yang merupakan suatu kesatuan dengan memuat arti dalam dirinya sendiri. Karena merupakan unsur lagu, maka sebuah motif biasanya diulang-ulang dan diolah-olah.
Banoe (2013: 283) mendefinisikan motif merupakan bagian terkecil dari suatu kalimat lagu , baik berupa kata, suku kata atau anak kalimat yang dapat dikembangkan (mirip sastra bahasa). Motif lagu akan selalu diulang-ulang sepanjang lagu sehingga lagu yang terpisah atau tersobek dapat dikenali ciri-cirinya melalui motif tertentu.
Analisis motif dalam penelitian ini adalah peneliti menganalisis motif melodi dengan tinjauan musikologi. Analisis motif yang digunakan peneliti terdiri  dari:
a.Pengulangan harafiah
b.Ulangan pada tingkat lain (Sekuens)
c.Pembesaran Interval ( Augmentation of the ambitus)
d.Pemerkecilan interval (Diminualtion of the ambitus)
e.Pembalikan (Inversion)
f.Pemerbesaran nilai nada (Augmentation of the value)
g.Pemerkecilan nilai nada (Diminualtion of the value)

Berikut adalah pembahasan tentang motif yang terdapat dalam lagu “Hallo hallo Bandung” yang diteliti dalam kalimat atau bagian-bagian lagu :
1.      Motif bagian A
      


Dalam bagian A lagu “Hallo hallo Bandung” pada birama 1-3 (motif 1) langsung diulang secara harafiah pada birama 9-11 (motif 1). Motif pengulangan harafiah yaitu pengulangan motif yang sama dari notasi maupun ritme, dengan maksud untuk mengintensifkan suatu kesan atau untuk menegaskan suatu pesan (Prier, 1996:27).

           


                                 
Motif (motif 1’) yang masing-masing terletak satu tingkat lebih tinggi daripada motif asli (motif 1). Motif 1’ terletak pada birama 5-7 dan Motif 1 terletak pada birama 1-3. Motif ini dinamakan sekuens naik yaitu sebuah motif dapat juga diulang pada tingkat nada lebih tinggi (Prier, 1996:28).

2.      Motif Bagian B
 



Motif (motif 1’) yang masing-masing terletak satu tingkat lebih tinggi daripada motif asli (motif 1). Motif 1’ terletak pada birama 11-13 dan Motif 1 terletak pada birama 3-4. Motif ini dinamakan sekuens naik yaitu sebuah motif dapat juga diulang pada tingkat nada lebih tinggi (Prier, 1996:28).

3.      Motif Bagian C

4.      Motif Bagian D


5.      Motif Bagian E


6.      Motif Bagian F


7.      FRASE
Prier (2011: 2) mendefinisikan kalimat atau frase adalah sejumlah  ruang birama (biasanya 8 atau 16 birama), biasanya sebuah kalimat musik/periode terdiri dari dua anak kalimat/frase yaitu kalimat pertanyaan (frase antecedence) dan kalimat jawaban (frase consequence). Berikut dijelaskan pengertian frase antesenden dan konsekuen :
(a)                Kalimat pertanyaan (frase antecedence)
Merupakan awal kalimat atau sejumlah birama (biasanya birama1 - 4 atau 1-8) biasa disebut frase tanya atau frase depankarena biasanya ia berhenti dengan nada yang mengambang, umumnya disini terdapat akor dominan.
(b)               Kalimat jawaban (Frase consequence)
Merupakan bagian kedua (biasanya birama 5-8 atau 9-16) biasa disebut frase jawaban atau frase belakang dalam suatu kalimat dalam lagu dan pada umumnya jatuh pada akor tonika.

FRASE PADA LAGU HALLO HALLO BANDUNG
A.    Frase pada Bagian A
Terdapat satu Frase Tanya (Antecedens Phrase) dalam kalimat atau bagian A. Kalimat
 pada birama 1-5 terbagi dalam satu frase, dan frase ini termasuk kalimat atau periode yang diakhiri dengan koma. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat frase tanya birama 1-5 dibawah ini:
B.     Frase pada A’
Terdapat satu Frase Jawab (Consequens Phrase) dalam kalimat atau bagian A’. Kalimat pada birama 9-13 terbagi dalam satu frase dan tidak ada frase tanyanya. Bentuk frase maupun kalimat sama, sehingga bagian ini pengulangan dari kalimat atau bagian A, yaitu A’. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat frase tanya birama 9-13 dibawah ini:


C.     Frase pada bagian B
Kalimat atau bagian B terdiri dari satu Frase Jawab (Consequens Phrase). Terdapat pada birama 5-9. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dibawah ini:

(Frase Jawab)


D.    Frase pada bagian C
Kalimat atau bagian C terdiri dari satu Frase Jawab (Consequens Phrase). Terdapat pada birama 13-16. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dibawah ini:

(Frase Jawab)


E.     PROGRESI AKORD


F.     KADENS
Banoe (2003: 68) Menjelaskan  kadens adalah pengakhiran. Cara yang ditempuh untuk mengakhiri komposisi musik dengan berbagai kemungkinan kombinasi ragam akord, sehingga terasa efek berakhirnya sebuah lagu atau sebuah frase lagu.
Ottman (1961: 69) membagi kadens menjadi kadens Otentik, kadens Picardy Third, dan kadens Plagal. Kadens Otentik terdiri dari:
(1)   The perfect authentic cadence, progresi akor dari Dominan ke Tonika (V-I), dimana nada yang mengisi sopran dengan bass adalah nada root dari triad yang diolah. Kadens ini adalah gerak menutup, biasa disebut convergensi, yakni bahwa nada sopran bergerak menurun (descending) sementara gerak bass menaik (ascending).
(2)   The imperfect authentic cadence, progresi akor dari Dominan ke Tonika (V-I), dimana nada yang mengisi salah satu di antara sopran dengan bass adalah nada root. Berarti nada third atau fifth yang menempati nada sopran atau bass. Gerak kadens ini adalah convergensi.
(3)   The authentif half cadence, progresi akor dari Tonika ke Dominan (I-V), dimana nada yang mengisi bass adalah root dari dominan. Kadens ini adalah gerak membuka biasa disebut disvergensi, yakni bahwa nada pada sopran bergerak naik dan nada bass bergerak turun.
(4)   The Picardie Third, progress akor ini adalah bahwa akhir sebuah lagu yang seharusnya diakhiri dengan akor mayor, menjadi minor dengan cara menurunkan nada third dari akor mayor seharusnya.
(5)   The perfect plagal cadence, progresi akor dari Sub dominan ke Tonika (IV-I), dimana nada yang mengisi sopran dengan bass adalah nada root dari triad yang diolah.
(6)   The imperfect plagal cadence, progresi akor dari Sub dominan ke Tonika (IV-I), dimana nada yang mengisi sopran atau bass adalah nada root.
(7)   The plagal half cadence, progresi akor dari Tonika ke Sub dominan (I-IV), dimana nada yang mengisi bass adalah root dari akor sub dominan. Kadens ini tidak lazim.


Didalam lagu Hallo-hallo Bandung terdapat kadens “The perfect aunthentic cadence”. Karna didalam lagu tersebut terdapat akor dominan ke tonika (V-I) pada akhir lagu tersebut.
G.    TEKNIK YANG DIGUNAKAN


Teknik yang digunakan adalah Augmentasi terdapat pada birama ke 2-3 dan birama ke 6-7, dimana terjadi pengulangan motif dengan menambah panjang (durasi) nadanya.



H.    INTERPRETASI LIRIK “Hallo-hallo Bandung”
Lirik merupakan salah satu unsur sastra seperti yang dikemukakan oleh M. Atar Semi (1988: 106) Lirik ialah puisi yang sangat pendek yang mengungkapkan emosi. Lirik juga dapat diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, karena ia disusun dalam susunan sederhana dan mengungkapkan sesuatu yang sederhana pula.
Dan pada bagian lain dikemukakan oleh Miller melalui Brahmantyo; Secara jelas perbedaan yang paling besar antara medium instrument dan medium vocal adalah kemampuan vocal untuk menyampaikan ide melalui kata-kata. Teks atau syair memiliki hubungan yang rapat di dalam komposisi vocal. 
Lagu yang diciptakan oleh Ismail Marzuki pada tahun 1946, meliputi unsur musikalitas lirik, isi lirik dan suasana yang terdapat didalam lirik lagu tersebut sebagai berikut:
1).  Analisis Musikalitas Lirik
Lirik yang terdapat pada sebuah lagu karya seni musik sama halnya dengan tatanan ataupun unsur-unsur yang ada pada Bahasa dan Sastra Indonesia, seperti di dalam seni musik dikenal dengan bunyi, nada, not, irama, motif, frase, kalimat musik dan lagu secara keseluruhan. Dengan kata lain untuk memperindah sebuah karya sastra diperlukan dinamika dan tempo yang akan mewarnai karya-karya tersebut. Hal itu dapat kita lihat pada tabel perbandingan Seni Musik dan Bahasa Indonesia di bawah ini:
a.       Seni Musik
-          Nada/Not
-          Motif
-          Frase
-          Kalimat Musik
-          Lagu Secara Keseluruhan
b.      Bahasa Indonesia
-          Huruf
-          Kata
-          Frase
-          Kalimat
-          Karya Sastra
Jamalus (1992:103) Unsur seni musik diantaranya adalah bunyi yang sudah teratur (not/nada), sedangkan unsur bunyi pada lirik lagu “Hallo hallo Bandung” dapat dilihat dari segi bentuk lirik lagu yang tergolong kepada sajak dengan beberapa cara, diantaranya adalah dengan menentukan rima atau sajak akhir.
Secara sederhana rima berarti persamaan bunyi. Menurut Pradopo (1987:167) mengemukakan rima atau sajak adalah pola estetika bahasa berdasarkan ulangan suara yang diusahakan dengan kesadaran. Sedangkan irama secara sederhana dikemukakan oleh Doreski (1988:167) dapat diartikan sebagai pengulangan bagian bunyi secara teratur, atau irama adalah pengulangan bunyi yang ditekan atau tidak ditekankan.
Sebuah lagu terdiri dari beberapa kalimat musik dengan jumlah yang bermacam-macam seperti juga kalimat-kalimat pada puisi/sajak. Hal ini juga dipertegas oleh ciri-ciri sajak yang lebih bersifat satuan irama, satuan bunyi. Kedua hal ini akan memberikan keindahan atau estetika dalam sebuah karya musik.
Lirik Lagu Hallo Hallo Bandung terdiri atas dua bait seperti yang ada di bawah ini:
Hallo Hallo Bandung
Cipt. Ismail Marzuki (1946)
Hallo Hallo Bandung
Ibukota Periangan
Hallo Hallo Bandung
Kota kenang-kenangan

Sudah lama beta
Tidak berjumpa dengan kau
Sekarang telah menjadi lautan api
Mari bung rebut kembali


a.)    Bait Pertama
Pada bait pertama lagu Hallo Hallo Bandung mempunyai huruf akhir g-n-g-n atau dapat dikatakan bahwa lirik lagu pada bait pertama memakai pola rima atau sajak A-B-A-B.
a.)    Bait Kedua
Bait kedua lagu Hallo Hallo Bandung menggunakan pola huruf akhir a-u-i-i, dengan kata lain mempunyai pola rima/sajak akhir A-B-C-C.
Kalau diperhatikan hasil analisis pola rima/sajak di atas, dapat disimpulkan bahwa lirik lagu Hallo Hallo Bandung menggunakan pola rima/sajak yang kadang teratur, kadang tidak teratur dan secara keseluruhan lirik lagu tersebut dapat digolongkan ke dalam bentuk sanjak atau sajak.
Jakob Sumarjo (dalam Nil Ikhsan 1992:48) mengemukakan tentang pengertian atau batasan sanjak/sajak, yaitu sanjak dan sajak lebih menekankan pada bentuk, bunyi ditekankan pada huruf terakhir di setiap kalimat, mempunyai kesamaan bunyi pada huruf yang terakhir dan berpasangan seperti pada bunyi pantun, ada yang bebas dari persamaan bunyi asal ada irama dan sebagainya, maka bentuk ini disebut dengan sajak.
2.) Analisis Isi Lirik
Lagu merupakan penuangan ide, gagasan pencipta lagu ke dalam bentuk karya musik/lagu dan dilengkapi dengan lirik yang membantu para penikmatnya untuk mengetahui maksud apa yang akan dituangkan oleh pencipta lagu tersebut.
William Blake dalam Guntur Tarigan (1984), menyatakan bahwa penyair/pencipta lagu adalah orang yang dapat melihat masa kini, masa lalu, dan masa depan dengan imajinasinya yang kuat. Dan diperkuat lagi oleh Pradopo (1987: 7) dalam Hasanudin WS (2002: 34) bahwa sajak dibentuk oleh beberapa unsur, antara lain emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, susunan kata-kata, kata-kata kiasan dan kepadatan. Semua itu terungkap dalam unsur bahasa.




a.)    Bait Pertama
Sanjak/sajak terdiri dari dua bagian, pertama: bagian sampiran, yang berisikan kiasan, kedua: bagian isi, yang menyatakan maksud ataupun makna sajak tersebut. Maksud yang ingin disampaikan oleh pencipta pada bait pertama ini adalah merupakan sapaan pada kota Bandung.  Para pemuda Medan sering menggunakan kata “Hallo” untuk menyapa Kota Bandung tercinta yang nampak di kejauhan. Pemuda Medan terinspirasi dari film cowboy yang marak saat itu. Sapaan ini terus diucapkan berulang kali sehingga terciptalah kalimat “Hallo hallo Bandung”.
Para pejuang mencari insprirasi lirik berikutnya dan kebetulan ketika itu Bandung menjadi Ibu Kota Keresidenan Periangan sehingga tercipta lirik “Ibu Kota Periangan”. Lirik berikutnya merupakan ungkapan sebuah kenangan karena kota Bandung yang sudah lama ditinggalkan menjadi kenangan bagi para pejuang, maka terbentuk syair “Kota kenang-kenangan”.
b.)    Bait Kedua
Pada bait kedua ini, Pertemuan para pemuda Ambon yang tergabung dalam Pemuda Indonesia Maluku (PIM) memberikan inspriasi baru karena pemuda Ambon yang lama tidak bertemu dengan pejuang lain celetuk berkata “cukimai! Sudah lama beta tidak bertemu dengan kau!”. Sapaan ini akhirnya dijadikan syair berikutnya “sudah lama beta tidak berjumpa dengan kau”. Yang artinya “sudah lama aku tidak berjumpa dengan kamu”.
Kota Bandung yang telah dijadikan Lautan Api dan gerilya yang sering dilakukan pejuang di malam hari dengan tujuan menyingkirkan NICA dari kota tersebut membuat para pejuang yang multi etnis itu menutup lagu ini dengan lirik “sekarang telah menjadi Lautan Api, mari bung rebut kembali”. Maksudnya disini adalah sekarang kota Bandung telah menjadi Lautan Api, Mari bung (dalam artian untuk semuanya) rebut kembali kemerdekaan Indonesia”.




3.) Analisis Unsur Ide dan Suasana Lirik
            Berdasarkan analisis bentuk lirik yang terkait dengan kajian analisis musikalitas dan analisis isi lirik, maka lagu Hallo Hallo Bandung menggambarkan bagaimana keadaan yang dimaksudkan oleh si pencipta lagu tersebut bahwa si pencipta lagu mengambil ide dari peristiwa saat kota Bandung menjadi Lautan Api.
            Saat itu peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 23 Maret 1946. Dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda untuk dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.
      Jadi suasana yang digambarkan dalam lagu Hallo hallo Bandung adalah penuh semangat, karna masyarakat kota Bandung tidak akan melepaskan kota Bandung walaupun tentara sekutu berusaha untuk menguasai Bandung.  



Terimakasih sudah mampir, semoga bermanfaat :)