TRANSKRIPSI
DAN ANALISIS MUSIK
LAGU
HALO HALO BANDUNG
Oleh
:
PUTRI
JOHANA
14023026
JURUSAN
SENDRATASIK
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI PADANG
2016

A.
TEMPO
Tempo adalah
tanda yang menunjukkan kecepatan relative yang dipakai dalam komposisi yang
dianggap mampu untuk mengangkat “jiwa atau roh” dari pada lagu tersebut
(Drs.Jagar Lumbantoruan, M.Hum, 2013: 24-25).
Syafiq (2004: 66) menjelaskan bahwa tempo adalah cepat
lambatnya sebuah lagu atau instrumen, meskipun jenisnya sangat banyak, pada dasarnya tempo dibagi
menjadi tiga jenis yaitu lambat, sedang,
dan cepat.
Tempo pada lagu
“Hallo-hallo Bandung” adalah Dimarcia. Dimarcia adalah tempo mars
atau seperti orang yang sedang berjalan di tempat. Tempo Dimarcia dalam hitungan metronome
maelzel adalah sekitar 100-120 MM.
B.
TIME
SIGNATURE

Time Signature
adalah tanda birama. Time signature digunakan untuk menentukan jumlah ketukan
dalam 1 bar/birama. Time Signature pada umumnya terdiri dari 2 angka, di atas
dan di bawah. Angka yang di atas artinya jumlah ketukan dalam 1 bar. Angka yang
di bawah artinya menunjukkan nilai not pada 1 ketukan.
Pada lagu “Hallo
Hallo Bandung” terdapat 4/4 time
signature, karena di dalam setiap bar ada 4 ketuk, dan nilai not pada 1 ketukan
adalah ¼ .
C.
INTERVAL
Interval adalah sebuah
jarak antara nada satu ke nada yang lainnya. Baik jarak nada ke atas atau jarak
nada ke bawah (Wikipedia).
Interval memiliki beberapa macam
yaitu :
1. Prime
: yaitu interval nada dari nada satu ke nada yang sama. Misalnya dari nada do
ke do.
2. Second
: yaitu interval nada dari nada satu ke nada kedua di atas atau di bawahnya.
Misalnya nada do ke re.
3. Terts
: yaitu interval nada dari nada satu ke nada ketiga. Misalnya do ke mi.
4. Quart/Kuart
: yaitu interval dari nada ke satu ke nada keempat diatasnya. Misalnya nada do
ke fa, re ke sol, mi ke la, dsb.
5. Quint/Kuint
: adalah interval lima nada
6. Sekt
: adalah interval enam nada
7. Septim
: adalah interval tujuh nada
8. Oktaf
: adalah interval delapan nada
Dalam
lagu Hallo Hallo Bandung Ciptaan Ismail
Marzuki terdapat interval sebagai berikut :

Interval
lagu Hallo Hallo Bandung :
Bar
1 :
Jarak
antara (d-b) yaitu 4 ½ maka disebut M6 (Sekt Mayor).

Bar
2 :
Jarak
antara (b-a) adalah 1 maka disebut M2 (Second Mayor)

Jarak
antara (a-fis) adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor).

Bar
3 :
Jarak
antara (fis-a) adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor).

Jarak
antara (a-g) adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).

Jarak
antara (g-d) adalah 2 ½ maka disebut P4
(Kuart Perfect).

Jarak
antara (d-e) adalah 1 maka disebut M2 (Mayor Second).

Jarak
antara (e-fis) adalah 1 maka disebut M2 (Mayor Second).

Bar
4 :
Jarak
antara (fis-g) adalah ½ maka disebut m2 (second minor),

Jarak
antara g-fis adalah ½ maka disebut m2 (second minor)

Jarak
antara fis-e adalah 1 maka disebut M2 (mayor second),

Jarak
antara e-d adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).

Bar
5 :
Jarak
antara d-fis adalah 2 maka disebut M3 (terts mayor),

Jarak
antara fis-d adalah 2 maka disebut M3 (terts mayor),

Jarak
antara d-c adalah 5 maka disebut m7 (septim minor),


Jarak
antara c-b adalah ½ maka disebut m2 (second minor)

Jarak
antara b-a adalah 1 maka disebut M2 (Mayor Second).

Bar
6 :
Jarak
antara a-b adalah 1 maka disebut M2 (mayor second),

jarak
antara b-a adalah 1 maka disebut M2 (mayor second),

Jarak
antara a-a adalah 0 maka disebut P1 (prime).

Jarak
antara a-g adalah 1 maka disebut M2 (Mayor Second).

Bar
7 :
Jarak
antara g-fis adalah ½ maka disebut m2 (second minor),

Jarak
antara fis-a adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor),

Jarak
antara a-d adalah 2 ½ maka disebut P4 (kuart perfect),

Jarak
antara d-e adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).

Bar
8 :
Jarak
antara e-b adalah 3 ½ maka disebut P5 (kuint perfect),

Jarak
antara b-d adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor)

Bar
9 :
Jarak
antara d-b adalah 4 ½ maka disebut M6 (sekt mayor) ,

Jarak
antara b-a adalah 1 maka disebut M2 (mayor second) ,

Jarak
antara a-fis adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor).

Bar
10 :
Jarak
antara fis-a adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor).


Jarak
antara a-g adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).

Jarak
antara g-d adalah 2 ½ maka disebut P4 (kuart perfect).

Jarak
antara d-e adalah 1 maka disebut M2 (mayor second),

Jarak
antara e-fis adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).

Bar
11 :
Jarak
antara fis-g adalah ½ maka disebut m2 (second minor).

Jarak
antara g-b adalah 2 maka disebut M3 (terts mayor),

Jarak
antara b-c adalah ½ maka disebut m2 (second minor).

Jarak
antara c-b adalah ½ maka disebut m2 (second minor).

Bar
12 :
Jarak
antara b-e adalah 2 ½ maka disebut P4
(kuart perfect).

Jarak
antara e-e adalah 0 maka disebut prime.

Jarak antara e-fis adalah 1 maka disebut M2
(mayor second).

Bar
13 :
Jarak
antara fis-g adalah ½ maka disebut m2 (second minor).

Jarak
antara g-fis adalah ½ maka disebut m2 (second minor).

Jarak
fis-a adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor).

Jarak
antara a-g adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).

Jarak
antara g-fis adalah ½ maka disebut m2 (second minor).

Jarak
antara fis-e adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).

Bar
14 :
Jarak antara e-d adalah 1 maka disebut M2
(mayor second).


Jarak
antara d-b adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor).

Jarak
antara b-d adalah 1 ½ maka disebut m3 (terts minor).

Jarak
antara d-g adalah 2 ½ maka disebut P4
(kuart perfect).

Jarak
antara g-b adalah 2 maka disebut M3 (terts mayor).

Jarak
antara b-b adalah 0 maka disebut prime.

Jarak
antara b-c adalah ½ maka disebut m2 (second minor).

Bar
15 :
Jarak
antara c-b adalah ½ maka disebut m2 (second minor).

Jarak
antara b-a adalah 1 maka disebut M2 (mayor second).

Jarak
antara a-a adalah 0 maka disebut prime.

Jarak
antara a-e adalah 2 ½ maka disebut P4 (kuart perfect).

Jarak antara e-fis adalah 1 maka disebut M2
(mayor second).

Bar
16 :
Jarak
antara fis-g adalah ½ maka disebut m2 (second minor).

D.
MOTIF
Motif merupakan struktur lagu yang
paling kecil dan mengandung unsur musikal. Prier (2011: 3) menjabarkan
pengertian motif sebagai sepotongan lagu atau sekelompok nada yang merupakan
suatu kesatuan dengan memuat arti dalam dirinya sendiri. Karena merupakan unsur
lagu, maka sebuah motif biasanya diulang-ulang dan diolah-olah.
Banoe (2013: 283) mendefinisikan
motif merupakan bagian terkecil dari suatu kalimat lagu , baik berupa kata,
suku kata atau anak kalimat yang dapat dikembangkan (mirip sastra bahasa). Motif
lagu akan selalu diulang-ulang sepanjang lagu sehingga lagu yang terpisah atau
tersobek dapat dikenali ciri-cirinya melalui motif tertentu.
Analisis motif dalam penelitian ini adalah peneliti menganalisis
motif melodi dengan tinjauan musikologi. Analisis motif yang digunakan peneliti
terdiri dari:
a.Pengulangan harafiah
b.Ulangan pada tingkat lain (Sekuens)
c.Pembesaran Interval ( Augmentation of the ambitus)
d.Pemerkecilan interval (Diminualtion of the ambitus)
e.Pembalikan (Inversion)
f.Pemerbesaran nilai nada (Augmentation of the value)
g.Pemerkecilan nilai nada (Diminualtion of the value)
Berikut adalah pembahasan tentang motif yang terdapat
dalam lagu “Hallo hallo Bandung” yang diteliti dalam kalimat atau bagian-bagian
lagu :
1. Motif
bagian A



Dalam bagian A lagu “Hallo hallo Bandung” pada
birama 1-3 (motif 1) langsung diulang secara harafiah pada birama 9-11 (motif
1). Motif pengulangan harafiah yaitu pengulangan motif yang sama dari notasi
maupun ritme, dengan maksud untuk mengintensifkan suatu kesan atau untuk
menegaskan suatu pesan (Prier, 1996:27).



Motif (motif 1’) yang masing-masing terletak satu
tingkat lebih tinggi daripada motif asli (motif 1). Motif 1’ terletak pada
birama 5-7 dan Motif 1 terletak pada birama 1-3. Motif ini dinamakan sekuens
naik yaitu sebuah motif dapat juga diulang pada tingkat nada lebih tinggi (Prier,
1996:28).
2.
Motif Bagian B


Motif (motif 1’) yang masing-masing terletak satu
tingkat lebih tinggi daripada motif asli (motif 1). Motif 1’ terletak pada
birama 11-13 dan Motif 1 terletak pada birama 3-4. Motif ini dinamakan sekuens
naik yaitu sebuah motif dapat juga diulang pada tingkat nada lebih tinggi (Prier,
1996:28).
3.
Motif Bagian C

4. Motif
Bagian D

5. Motif
Bagian E

6. Motif
Bagian F

7.
FRASE
Prier (2011: 2) mendefinisikan
kalimat atau frase adalah sejumlah ruang
birama (biasanya 8 atau 16 birama), biasanya sebuah kalimat musik/periode
terdiri dari dua anak kalimat/frase yaitu kalimat pertanyaan (frase
antecedence) dan kalimat jawaban (frase consequence). Berikut dijelaskan
pengertian frase antesenden dan konsekuen :
(a)
Kalimat
pertanyaan (frase antecedence)
Merupakan
awal kalimat atau sejumlah birama (biasanya birama1 - 4 atau 1-8) biasa disebut
frase tanya atau frase depankarena biasanya ia berhenti dengan nada yang
mengambang, umumnya disini terdapat akor dominan.
(b)
Kalimat
jawaban (Frase consequence)
Merupakan
bagian kedua (biasanya birama 5-8 atau 9-16) biasa disebut frase jawaban atau
frase belakang dalam suatu kalimat dalam lagu dan pada umumnya jatuh pada akor
tonika.
FRASE PADA LAGU HALLO HALLO BANDUNG
A. Frase pada Bagian A
Terdapat
satu Frase Tanya (Antecedens Phrase) dalam kalimat atau bagian A.
Kalimat
pada birama 1-5 terbagi dalam satu frase, dan
frase ini termasuk kalimat atau periode yang diakhiri dengan koma. Untuk lebih
jelasnya bisa dilihat frase tanya birama 1-5 dibawah ini:

B. Frase
pada A’
Terdapat satu Frase Jawab (Consequens Phrase)
dalam kalimat atau bagian A’. Kalimat pada birama 9-13 terbagi dalam satu frase
dan tidak ada frase tanyanya. Bentuk frase maupun kalimat sama, sehingga bagian
ini pengulangan dari kalimat atau bagian A, yaitu A’. Untuk lebih jelasnya bisa
dilihat frase tanya birama 9-13 dibawah ini:


C. Frase
pada bagian B
Kalimat atau
bagian B terdiri dari satu Frase Jawab (Consequens Phrase). Terdapat pada
birama 5-9. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dibawah ini:


(Frase
Jawab)
D. Frase
pada bagian C
Kalimat
atau bagian C terdiri dari satu Frase Jawab (Consequens Phrase). Terdapat pada
birama 13-16. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dibawah ini:


(Frase Jawab)
E.
PROGRESI
AKORD

F.
KADENS
Banoe (2003: 68) Menjelaskan kadens adalah pengakhiran. Cara yang ditempuh
untuk mengakhiri komposisi musik dengan berbagai kemungkinan kombinasi ragam
akord, sehingga terasa efek berakhirnya sebuah lagu atau sebuah frase lagu.
Ottman
(1961: 69) membagi kadens menjadi kadens Otentik, kadens Picardy Third, dan
kadens Plagal. Kadens Otentik terdiri dari:
(1) The perfect authentic cadence,
progresi akor dari Dominan ke Tonika (V-I), dimana nada yang mengisi sopran
dengan bass adalah nada root dari
triad yang diolah. Kadens ini adalah gerak menutup, biasa disebut convergensi, yakni bahwa nada sopran
bergerak menurun (descending)
sementara gerak bass menaik (ascending).
(2) The imperfect authentic cadence,
progresi akor dari Dominan ke Tonika (V-I), dimana nada yang mengisi salah satu
di antara sopran dengan bass adalah nada root.
Berarti nada third atau fifth yang menempati nada sopran atau
bass. Gerak kadens ini adalah convergensi.
(3) The authentif half cadence,
progresi akor dari Tonika ke Dominan (I-V), dimana nada yang mengisi bass
adalah root dari dominan. Kadens ini
adalah gerak membuka biasa disebut disvergensi,
yakni bahwa nada pada sopran bergerak naik dan nada bass bergerak turun.
(4) The Picardie Third,
progress akor ini adalah bahwa akhir sebuah lagu yang seharusnya diakhiri
dengan akor mayor, menjadi minor dengan cara menurunkan nada third dari akor mayor seharusnya.
(5) The perfect plagal cadence,
progresi akor dari Sub dominan ke Tonika (IV-I), dimana nada yang mengisi
sopran dengan bass adalah nada root
dari triad yang diolah.
(6) The imperfect plagal cadence,
progresi akor dari Sub dominan ke Tonika (IV-I), dimana nada yang mengisi
sopran atau bass adalah nada root.
(7) The plagal half cadence,
progresi akor dari Tonika ke Sub dominan (I-IV), dimana nada yang mengisi bass
adalah root dari akor sub dominan.
Kadens ini tidak lazim.
Didalam
lagu Hallo-hallo Bandung terdapat kadens “The
perfect aunthentic cadence”. Karna didalam lagu tersebut terdapat akor
dominan ke tonika (V-I) pada akhir lagu tersebut.

G.
TEKNIK
YANG DIGUNAKAN

Teknik
yang digunakan adalah Augmentasi terdapat pada birama ke 2-3 dan birama ke 6-7,
dimana terjadi pengulangan motif dengan menambah panjang (durasi) nadanya.
H.
INTERPRETASI
LIRIK “Hallo-hallo Bandung”
Lirik merupakan salah satu unsur sastra seperti yang
dikemukakan oleh M. Atar Semi (1988: 106) Lirik ialah puisi yang sangat pendek
yang mengungkapkan emosi. Lirik juga dapat diartikan sebagai puisi yang
dinyanyikan, karena ia disusun dalam susunan sederhana dan mengungkapkan
sesuatu yang sederhana pula.
Dan pada bagian lain dikemukakan oleh Miller melalui
Brahmantyo; Secara jelas perbedaan yang paling besar antara medium instrument
dan medium vocal adalah kemampuan vocal untuk menyampaikan ide melalui
kata-kata. Teks atau syair memiliki hubungan yang rapat di dalam komposisi
vocal.
Lagu yang diciptakan oleh Ismail Marzuki pada tahun 1946, meliputi
unsur musikalitas lirik, isi lirik dan suasana yang terdapat didalam lirik lagu
tersebut sebagai berikut:
1).
Analisis Musikalitas Lirik
Lirik yang terdapat pada sebuah lagu
karya seni musik sama halnya dengan tatanan ataupun unsur-unsur yang ada pada
Bahasa dan Sastra Indonesia, seperti di dalam seni musik dikenal dengan bunyi,
nada, not, irama, motif, frase, kalimat musik dan lagu secara keseluruhan.
Dengan kata lain untuk memperindah sebuah karya sastra diperlukan dinamika dan
tempo yang akan mewarnai karya-karya tersebut. Hal itu dapat kita lihat pada
tabel perbandingan Seni Musik dan Bahasa Indonesia di bawah ini:
a. Seni Musik
-
Nada/Not
-
Motif
-
Frase
-
Kalimat
Musik
-
Lagu
Secara Keseluruhan
b. Bahasa Indonesia
-
Huruf
-
Kata
-
Frase
-
Kalimat
-
Karya
Sastra
Jamalus (1992:103) Unsur seni musik
diantaranya adalah bunyi yang sudah teratur (not/nada), sedangkan unsur bunyi
pada lirik lagu “Hallo hallo Bandung” dapat dilihat dari segi bentuk lirik lagu
yang tergolong kepada sajak dengan beberapa cara, diantaranya adalah dengan
menentukan rima atau sajak akhir.
Secara sederhana rima berarti
persamaan bunyi. Menurut Pradopo (1987:167) mengemukakan rima atau sajak adalah
pola estetika bahasa berdasarkan ulangan suara yang diusahakan dengan
kesadaran. Sedangkan irama secara sederhana dikemukakan oleh Doreski (1988:167)
dapat diartikan sebagai pengulangan bagian bunyi secara teratur, atau irama
adalah pengulangan bunyi yang ditekan atau tidak ditekankan.
Sebuah lagu terdiri dari beberapa
kalimat musik dengan jumlah yang bermacam-macam seperti juga kalimat-kalimat
pada puisi/sajak. Hal ini juga dipertegas oleh ciri-ciri sajak yang lebih
bersifat satuan irama, satuan bunyi. Kedua hal ini akan memberikan keindahan
atau estetika dalam sebuah karya musik.
Lirik Lagu Hallo Hallo Bandung
terdiri atas dua bait seperti yang ada di bawah ini:
Hallo Hallo Bandung
Cipt. Ismail Marzuki (1946)
Cipt. Ismail Marzuki (1946)
Hallo Hallo Bandung
Ibukota Periangan
Hallo Hallo Bandung
Kota kenang-kenangan
Sudah lama beta
Tidak berjumpa dengan kau
Sekarang telah menjadi lautan api
Mari bung rebut kembali
a.)
Bait
Pertama
Pada
bait pertama lagu Hallo Hallo Bandung mempunyai huruf akhir g-n-g-n atau dapat
dikatakan bahwa lirik lagu pada bait pertama memakai pola rima atau sajak
A-B-A-B.
a.)
Bait
Kedua
Bait
kedua lagu Hallo Hallo Bandung menggunakan pola huruf akhir a-u-i-i, dengan
kata lain mempunyai pola rima/sajak akhir A-B-C-C.
Kalau diperhatikan hasil analisis
pola rima/sajak di atas, dapat disimpulkan bahwa lirik lagu Hallo Hallo Bandung
menggunakan pola rima/sajak yang kadang teratur, kadang tidak teratur dan
secara keseluruhan lirik lagu tersebut dapat digolongkan ke dalam bentuk sanjak
atau sajak.
Jakob Sumarjo (dalam Nil Ikhsan
1992:48) mengemukakan tentang pengertian atau batasan sanjak/sajak, yaitu
sanjak dan sajak lebih menekankan pada bentuk, bunyi ditekankan pada huruf
terakhir di setiap kalimat, mempunyai kesamaan bunyi pada huruf yang terakhir
dan berpasangan seperti pada bunyi pantun, ada yang bebas dari persamaan bunyi
asal ada irama dan sebagainya, maka bentuk ini disebut dengan sajak.
2.)
Analisis Isi Lirik
Lagu merupakan penuangan ide,
gagasan pencipta lagu ke dalam bentuk karya musik/lagu dan dilengkapi dengan
lirik yang membantu para penikmatnya untuk mengetahui maksud apa yang akan
dituangkan oleh pencipta lagu tersebut.
William Blake dalam Guntur Tarigan
(1984), menyatakan bahwa penyair/pencipta lagu adalah orang yang dapat melihat
masa kini, masa lalu, dan masa depan dengan imajinasinya yang kuat. Dan
diperkuat lagi oleh Pradopo (1987: 7) dalam Hasanudin WS (2002: 34) bahwa sajak
dibentuk oleh beberapa unsur, antara lain emosi, imajinasi, pemikiran, ide,
nada, irama, susunan kata-kata, kata-kata kiasan dan kepadatan. Semua itu
terungkap dalam unsur bahasa.
a.)
Bait
Pertama
Sanjak/sajak
terdiri dari dua bagian, pertama: bagian sampiran, yang berisikan kiasan,
kedua: bagian isi, yang menyatakan maksud ataupun makna sajak tersebut. Maksud
yang ingin disampaikan oleh pencipta pada bait pertama ini adalah merupakan
sapaan pada kota Bandung. Para pemuda
Medan sering menggunakan kata “Hallo” untuk menyapa Kota Bandung tercinta yang
nampak di kejauhan. Pemuda Medan terinspirasi dari film cowboy yang marak saat
itu. Sapaan ini terus diucapkan berulang kali sehingga terciptalah kalimat
“Hallo hallo Bandung”.
Para pejuang mencari insprirasi lirik berikutnya dan
kebetulan ketika itu Bandung menjadi Ibu Kota Keresidenan Periangan sehingga
tercipta lirik “Ibu Kota Periangan”. Lirik berikutnya merupakan ungkapan sebuah
kenangan karena kota Bandung yang sudah lama ditinggalkan menjadi kenangan bagi
para pejuang, maka terbentuk syair “Kota kenang-kenangan”.
b.) Bait
Kedua
Pada bait kedua ini, Pertemuan para pemuda Ambon
yang tergabung dalam Pemuda Indonesia Maluku (PIM) memberikan inspriasi baru
karena pemuda Ambon yang lama tidak bertemu dengan pejuang lain celetuk berkata
“cukimai! Sudah lama beta tidak bertemu dengan kau!”. Sapaan ini akhirnya
dijadikan syair berikutnya “sudah lama beta tidak berjumpa dengan kau”. Yang
artinya “sudah lama aku tidak berjumpa dengan kamu”.
Kota Bandung yang telah dijadikan Lautan Api dan
gerilya yang sering dilakukan pejuang di malam hari dengan tujuan menyingkirkan
NICA dari kota tersebut membuat para pejuang yang multi etnis itu menutup lagu
ini dengan lirik “sekarang telah menjadi Lautan Api, mari bung rebut kembali”.
Maksudnya disini adalah sekarang kota Bandung telah menjadi Lautan Api, Mari
bung (dalam artian untuk semuanya) rebut kembali kemerdekaan Indonesia”.
3.)
Analisis Unsur Ide dan Suasana Lirik
Berdasarkan analisis bentuk lirik
yang terkait dengan kajian analisis musikalitas dan analisis isi lirik, maka
lagu Hallo Hallo Bandung menggambarkan bagaimana keadaan yang dimaksudkan oleh
si pencipta lagu tersebut bahwa si pencipta lagu mengambil ide dari peristiwa
saat kota Bandung menjadi Lautan Api.
Saat itu peristiwa
kebakaran besar yang
terjadi di kota Bandung, provinsi Jawa Barat, Indonesia pada 23 Maret 1946. Dalam waktu tujuh
jam, sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar rumah mereka,
meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal
ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu
dan tentara NICA Belanda untuk dapat
menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang
Kemerdekaan Indonesia.
Jadi suasana yang digambarkan dalam lagu
Hallo hallo Bandung adalah penuh semangat, karna masyarakat kota Bandung tidak
akan melepaskan kota Bandung walaupun tentara sekutu berusaha
untuk menguasai Bandung.
Terimakasih sudah mampir, semoga bermanfaat :)